Kamis, 03 November 2016

Kesuksesan Tax Amnesty Tahap Satu Membawa Angin Segar

Oleh : Dwi Fitra Prihatno, Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Indonesia telah mencapai suatu keberhasilan yang luar biasa melalui program Tax Amnesty. Perlu kita apresiasi atas prestasi gemilang Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam pelaksanaan program  tersebut. Pada tahap pertama pelaksanaan program Tax Amnesty, tebusan yang terkumpul mencapai Rp 97,2 triliun dengan kata lain telah lebih dari 50% target program Tax Amnesty yaitu Rp 165 triliun. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara penerima dana Tax Amnesty tertinggi di dunia, sedangkan program ini baru berjalan pada tahap pertama dan akan terus berjalan hingga bulan Maret 2017.
Keberhasilan ini tidak bisa lepas dari kerjasa sama yang baik dari antarpihak, mulai dari pihak pelaksana program hingga pihak peserta Tax Amnesty itu sendiri. Presiden Jowo Widodo selaku presiden Republik Indonesia juga harus mendapat acungan jempol, yang selalu melakukan pemantauan dengan turun kelapangan untuk ikut andil dalam terlaksananya program Tax Amnesty secara baik. Kemudia Kementrian Keungan khususnya adalah Direktorat Jendral Pajak telah melaksanakan perannya secara baik, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan adalah “perpanjangan tangan Tuhan” yang terus memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada seluruh peserta Tax Amnesty.
Kerja keras petugas pajak yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu faktor utama dalam tercapainya keberhasilan ini. Kerja keras mereka saat siang dan malam hanya untuk satu tujuan utama yaitu program Tax Amnesty berjalan lancar sebagaimana mestinya dan akhirnya pada ujung tahap pertama didapatkan data yaitu deklarasi harta sebesar Rp3.622 triliun dengan rincian sebagai berikut :
1.       Repatriasi Rp 137 triliun.
2.       Deklarasi Luar Negeri Rp 952 triliun.
3.       Deklarasi Dalam Negeri Rp 2533 triliun.
Melihat data pencapain tersebut kita tau bahwa Tax Amnesty telah mendapatkan kepercayaan dari sektor usaha dan wajib pajak. Secara perlahan namun pasti Indonesia terus bergerak maju menuju kedewasaan, kesadaran wajib pajak untuk melaporkan harta-hartanya yang belum dilaporkan merupakan ciri dari kedewasaan tersebut. Program Tax Amnesty digunakan sebagai ajang “memanusiakan manusia” karena program ini bukan semata-mata hanya tertuju pada besarnya tebusan yang terkumpul dalam program ini namun lebih kepada  menanamkan rasa patuh akan pajak kepada setiap wajb pajak.
Berkaca pada tahap pertama seharusnya Indonesia dapat mensukseskan program ini pada tahap berikutnya dan hingga tahap akhir, yang dibutuhkan adalah konsistensi dalam sosialisai yang pengerahan petugas pajak di Indonesia untuk melayani dengan sepenuh hati. Sesuai slogan Tax Amnesty yaitu “Uangkap – Tebus – Lega” maka kita juga berharap akan ada rasa lega setelah terlaksannya program ini.









“Amnesti Pajak” diakses dari https://www.pajak.go.id/amnestipajak pada (5 Oktober 2016)

Indonesia Pecahkan Rekor Uang Tebusan Tax Amnesty Tertinggi” diakses dari https://m.tempo.co/read/news/2016/09/29/087808419/indonesia-pecahkan-rekor-uang-tebusan-tax-amnesty-tertinggi pada (5 Oktober 2016)

Senin, 23 November 2015

Sawah Itu Tertimpa Beton-Beton Cor (Ketimpangan Antar Sektor Ekonomi)



Kasus pengalihan lahan persawahan menjadi perumahan di Kenteng, Kateguhan, Tawangsari, Sukoharjo merupakan bukti ketimpangan antar sector. Sejatinya Indonesia adalah negara agraris, dimana tongkat, kayu dan batu dapat menjadi tanaman. Kemudian pertanian merupakan sector penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, mencapai 34%. Namun faktanya banyak kondisi dimana petani Indonesia semakin tertindas oleh sektot-sektor lain, dalam hal ini adalah sector perumahan.
            Banyaj lahan persawaha  hijau di daerah tersebut telah disulap menjadi lahan yang ditanami beton-beton cor tinggi menjulang. Beberapa pemiliki lahan menjual sawahnya karena merasa pertanian bukanlah sector yang menjanjikan. Padahal kalau kita bercermin ke negara Amerika Serikat, negara adidaya tersebut juga negara agraris dengan komoditi utamanya adalah jagung. Dari sector pertanian telah ikut menopang perekonomian negara tersebut. Kenudian menurut hasil Musyawarah Nasional Perhimpuan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) tahun 2003 menyatakan bahwa sector pertanian merupakan “jantung” pembangunan nasional negara kita.
            Jika ketimpangan antara sector pertanian dan perumahan tidak segera diatasi maka akan menimbulkan kemiskinan, karena petani yang menggarap lahan orang lain akan semakin kehilangan lapangan pekerjaannya. Semakin banyak yang meninggalkan sector pertanian, sehingga tidak terciptanya swasembada pangan. Padahal kebutuhan pangan nasional kita tidak terpenuhi dan harus mengimport bahan pangan dari luar negeri. Devisa negara juga semakin kering, karena sector andalan kita semakin merosot produksinya.
            Berbagai hal yang akan saya lakukan untuk menngurangi ketimpangan ini adalah dengan melaksanakan program “Cangkul Pandu Dewanata” yang berisikan program untuk melindungi para petani seperti :

  1. Asuransi Pertanian, program ini dimaksutkan untuk melindungi petani dari kegagalan panen, sehingga sisi financial petani akan menjadi stabil. Asuransi akan diberikan kepada petani yang memenuhi persyaratan seperti lahan maksimal 2 hetar dan bersedia membayar premi, hanya tinggal mendaftar kepada petugas kelurahan. Dalam program ini kita dapat bekerjasama dengan Perusahaan Asuransi dan pemerintah hanya sebagai fasilitator. Pada awalnya pemerintah akan member subsidi premi agar jumlah premi dapat dijangkau masyarakat, selanjutnya jika dirasa petani tersebut dapat mandiri makan subsidi tersebut akan dicabut. Pemerintah membentuk BPP (Badan Pengawas Pertanian) ditinggal kelurahan agar dapat mengawasi jalannya program ini sehingga tanpa ada penyelewengan. Program ini saya jamin tidak akan menguras kantong negara, kerena dengan adanya program ini kekuatan eksport kita menjadi stabil.
  2. Beasiswa Anak Petani, anak petani adalah aset Indonesia dimasa depan karena dewasa ini kuranng minatnya penduduk Indonesia bekerja dibidang pertanian. Kita dapat member beasiswa kepada anak petani agar dapat sekolah di bidan pertanian, kemudian saat telah lulus bersama ilmu yang modern mereka membangun sector pertanian kita.
  3. Sertifikasi Petani, orang banyak perpandangan bahwa petani itu pekerjaan rendah. Padahal tanpa da petani nasi-nasi itu tidak mungkin hadir di meja makan kalian. Sertifikasi Petani ini akan saya tujukan kepada petani yang telah terjun dalam dunia pertanian minimal 5 tahun, memiliki kemampuan menjaga kwalitas produksinya. Petani yang memiliki criteria tersebut dapat mendaftar kepada RT kemudian berkas akan diteruskan kepada pengurus desa. Dengan adanya Sertifikasi Petani maka para petani akan mendapat tunjangan setiap bulannya, tunjangan tersebut dapat mereka gunakan untuk mengembangkan pertaniannya. Program ini juga menjamin masa depan petani dan mengangkat derajat mereka.
  4. Mendirikan Balai  Penelitian, dengan adanya balai penelitian maka setiap hari sector pertanian akan terus dikaji. Akan didapat produk pertanian yang berkwalitas dan bersaing dengan produk luar negeri. Selain itu akan muncul terobosan baru seperti bibit unggul yang tahan akan cuaca ekstream namun hasilnya tetap baik.
Semoga Indonesia akan menuju penghidupan layak dengan ketimpangan yang kecil. Saya memimpikan Indonesia dengan swasembada pangan yang baik, tanpa import dari luar negeri. Program ini akan saya jalankan bersama Komisi IV DPR-RI dan Kementerian Pertanian kita.


Dwi Fitra Prihatno
Duta DPR-RI 2015

Sabtu, 21 November 2015

Jangan Menangis Ibu Pertiwi Kami Masih Disini



Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matamu berlinang
Mas intanmu terkenang

Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa
Tiap bait lagu tersebut, menyimpan makna yang teramat dalam. Tak ayal jika air mata ini menetes ketika, bibir ini sedang melantunkannya. Nusantara kini sedang berduka, manusia telah bertingkah selayaknya. Kabut asap, gempa, gunung meletus, kemerosotan moral dan masih banyak lagi. Masalah selalu tajam menghantam Ibu Periwi, tabahkanlah hatimu Ibu tunggu pemuda-pemuda ini tumbuh dan memimpinmu.
Dewasa ini seluruh orang adalah agent of change, bukan hanya pemerintah dan mahasiswa. Dapat memulai dari tulisan seperti ini, banyak sastrawan yang menggoreskan penanya melihat keadaan Indonesia saat ini. Membaca puisi indah karangan Tere Liye, membuatku sadar kita telah terlena.
Pendidikan, tidak ada habisnya jika topic ini dikupas dalam sekalipun. Permasalahaannya terlalu pelik. Kini orang-orang yang sibuk mencari kedudukan dimata manusia. Pelajar tidak mengerti arti pendidikan karater. Melihat permasalah dilingkungan sekita, sekolah, kelas banyak sekali nilai-nilai luhur telah luntur. “Curang dalam ulangan” hal ini sudah dianggap biasa, padahal jelas ini contoh merosotnya moral bangsa kita. Banyak yang menghalalkan banyak cari untuk mendapat nilai bagus, hanya ingin menjadi ranking kelas atau parallel. Tapi apa yang mereka dapat? Hanya kertas yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, dan pujian belaka. Hal ini menunjukaan banyak dari kita hanya mengejar urusan duniawi saja, padahal kita sama-sama mengerti di dunia kita hanya sementara.
Padahal orang dulu dengan kejujurannya menuntut ilmu, tak jarang aku mendengar kisa jerih payah mereka mencari lentera hidup ini. Puluhan kilometer mereka tempu hanya ingin bertemu sang Umar Bakri mencicipi ilmu darinya. Mereka tidak mencari nilai, mereka tidak mencari ijazah, namun ilmu yang mereka dapatkan dapat kita rasakan manfaatnya sampai seakarang.
Kita harus segera menanganni krisis moral tersebut, karena cepat atau lambat, Indonesia berada ditanggan kita. Tidak mengkun Indonesia berada ditanggan mereka yang tidak mengerti arti kejujuran. Namun perlu diingan ditengah permasalahn besar ini masih ada orang-orang yang menjunjung tinggi kejujuran.
Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah putra-putrimu
Menggembirakan ibu

Ibu kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa
Akhir kata dari tulisan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada keluarga penulis yang selalu member dukungan. Lalu terimaksih juga untuk teman-teman penulis (Anisa Berliana, Wulan Istri, Annisa’ Istiqomah, Fa’isah Erin dll) yang selalu mengingatkan tentang kejujuran. Sepucuk puisi karangan penulis untuk Ibu Pertiwi.

 IBU PERTIWI DAN PEMUDA NEGERI
Tercekik kabut pekat, apakah ini hari terakhirku?
Tersapu gelombang tsunami, benarkah ini hariku pergi?
Ibu Pertiwi penuh air mata
Hanya menangis tanpa bisa berkata
            Pandanglah hati manusia, kau akan melihat keredupan
            Krisis moral menarik kedalam kegelapan
            Terlalu kelam untuk dikatakan putih
            Namun belum pantas dikatakan hitam
Lama Ibu merasakan kehausan
Mencari mata air penuh kebebasan
Adikku? Sudah siapkah kau memimpinku?
Membawaku hinga keluar aumanku
            Kau masih ingat Ibu?
            Jangan kau terlena dengan massa kelabu
            Ibu butuh kamu, menyatukan pulau beribu-ribu
            Memimpikan Indonesia Satu
Jelas terdengar teriakan negeri
Bagai mana tentang edukasi?
Masih adakah sosok sang Umar Bakri?
Ibu ingin mendengar cerita dari pemuda dan pemudi
            Semua peristiwa akan menjadi history
            Terangkum dalam kertas kusam berpena hitam
            Sebagai pedoman anak cucu nanti
            Agar mengerti hidup itu penuh arti

Kamis, 12 November 2015

Ayahku Hampir Menjadi Guru Tapi Tetap Pahlawanku

    Hari ini bertepatan dengan hari Ayah, saya ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada Ayah saya yang telah menjadi pahlawan saya. Giyatno begitu nama yang tertulis dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Ayahku. Ayahku adalah pahlawannku beliau terlahir bukan dari orang kaya namun terus berusaha agar anaknya menjadi pemuda sukses.
   Guru adalah profesi yang sangat mulia, tanpa ada imbalan pangkat atau apapun untuk perjuangannya. Ayahku lahir dari seorang buruh tani desa yang menggarap tanah milik orang lain. Perjuangannya untuk mencapai cita-cita menjadi guru perlu perjuangan yang amat keras. Melihat data hitam diatas putih, Ayahku termasuk siswa yang cerdas dan berprestasi beliau masuk tiga terbaik nilai ujian akhir nasional saat di Sekolah Menengah Pertama
(SMP).

   Lulus dari SMP beliau menjutkan mengenyam pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG), sekolah tersebut adalah sekolah yang diperuntukkan kepada siswa yang ingin menjadi guru. SPG ini memiliki tingkat yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam pembelajarannya siswa dan siswi sekolah tersebut diajarkan bagaimana menjadi guru yang baik. Untuk mengenyam pendidikan di sekolah tersebut harus melalui perjuangan yang besar, jarak rumah dengan sekolahpun sangat jauh yaitu 16 kilimeter. Sedangkan ayahku hanya anak seorang buruh tani, bersama sepeda tuanya beliau mengenyam pendidikan. Harus melewati derasnya anak Sungai Bengawan Solo dengan menggunakan perahu kayu, perjalanan menantang maut karena diatas perahu terdapat manusia dan sepeda yang harus diseimbangkan. Hal ini harus dilalui oleh ayahku selama tiga tahun lamanya.

   “Guru bukan profesi, melainkan panggilan jiwa” ujar Bapak Giyatno. Sekitar tahun 1980an beliau menjadi seorang guru honorer di sebuah Sekolah Dasar. Kerasnya kehidupan saat itu terus menempa beliau, dengan gaji seorang guru honor yang tidak seberapa, sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

   Sampai akhirnya saat menikah dengan Ibuku, beliau memutuskan untuk meninggalankan profesi tersebut dikarenakan kebutuh semakin meningkat dan beragam. Akhirnya Ayah dan Ibuk mengadu nasip di perantauan sebagai pedagang. Hasil dagang tersbut yang telah membersarkanku, menghidupiku sampai akhirnya aku bisa berdiri tegap disini. Pahlawanku ini selalu memberi wejangan-wejangan yang dapat digunakan untuk bekal hidup. Salah satunya yang masih melekat kuat di ingatan adalah “Raihlah kesuksesan dengan kesederhanaan” itu yang selalu saya jadikan motto hidup.

   Meskipun ayahku bukan seorang guru namun tetangga disekitaku selalu memanggil ayahku dengan sebutan Pak Guru. Banyak dari tetanggaku yang mendoakanku untuk menjadi guru, meneruskan cita-cita serta perjuangan ayah menjadi sang Umar Bakri.

Dwi Fitra Prihatno

Kamis, 05 November 2015

Tidak Bosan Jadi Pengikut? Kapan Jadi Pemimpin?

Sugeng Enjing para Sobat Budaya,mugi-mugi angsal rahmatipun Gusti Allah SWT. Selamat Pagi, semoga pembaca yang budiman selalu dalam rahmat Allah SWT. Masih dalam suasana sumpah pemuda, penulis ingin menyampaikan pendapat melalui artikel ini.

Sudah 70th kita merdeka namun masih banyak kekurangan di beberapa sektor. Indonesia adalah negara kepulaun yang tersebar sepanjang garis khatulistiwa. Masih ingat sebuah syair lagu "Tongat dan Batu jadi tanaman", sebenarnya syair ini tidak terlalu hiperbola. Karena memang Indonesia memiliki tingkat biodiversitas yang sangat tinggi. Menurut saya Indonesia hanyalah krisis pemimpin, dewasa ini mulai terjadi kemerosotan moral pemimpin (tidak semua). Sehingga masyarakat tidak memiliki sara simpati kepada pemimpin dan mereka menjadi apatis dan kurang pro aktif dalam kemajuan Indonesia.

Kita sebagai Sobat Budaya adalah pelopor pencinta budaya Indonesia, sekarang tugas kita adalah dapat mengajak rekan-rekan kita untuk mencintai budaya Indonesia. Dengan majunya budaya Indonesia akan meningkatkan rasa cinta tanah air, selain itu juga dapat meningkatkan sektor pariwisata budaya kita.

"Be Leader not Follower" kata-kata yang harus selalu kita pegang tegah. Ya, untuk minimal kita dapat menjadi pemimpin untuk diri sendiri dahulu. Gerakan Sejuta Data Budaya termasuk kegiatan kepemimpinan, memimpin diri untuk mengeksplor kekayaan budaya Zamrud Khatulistiwa ini. 28 Agustus 1928 berkumpul pemuda-pemuda Indonesia, pemuda yang memiliki jiwa kepemimpinan kuat akhirnya melahirkan 3 kesatuan yang selalu kita amalkan.

Pendidikan Indonesia termasuk kurang efektif, banyak kegiatan pembelajaran yang menghabiskan APBN. Seperti Kurikulum 2013, berapa banyak negara mengeluarkan dana untuk cetak buku sekolah? padahal di sekolah saya buku tersebut jarang dibuka. Kemudian beberapa guru juga tidak dapat melakukan metode pembelajaran Kurikulum 2013. Sektor kesenian dan kebudayaan adalah sektor yang harus kita bangun, agar Indonesia dapat menjadi destinasi wisata unggulan.

Salah satu budaya Jawa yang menurut saya memiliki nilai pendidikan didalamnya adalah "Tembang Macapat" Didalam tembang tembang macapat disisipkan nilai nilai penting yang dapat kita gunakan untuk bermasyarakat. Berikut tembang macapat buatan saya "Pupuh Khinanti"
Papatuh marang pitutur
Ibu lan Bapak bekti
Tumindak kudu rencana
Enggal lan kudu berbudi
Ra oleh tumindak ala
Amargi pedut ing ati
Dalam temang macapat tersebut memiliki nilai-nilai budi pekerti, sebagai tuntunan murid dalam bersekolah dan berbuat.

Semoga melalui nilai nilai kebudayaan Indonesia kita dapat melahirkan sosok pemimpin yang memiliki nilai budu pekerti luhur. Aamiin

Dwi Fitra Prihatno

Rabu, 04 November 2015

Dibalik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928



Salam Budaya, untuk seluruh Sobat Budaya. Bersyukur masih dipertemukan dalam artikel ini, semoga Sobat Budaya yang budiman selalu dalam lindungan-Nya.

Apa yang terlintas dibenak Sobat Budaya saat mendengar  “28 Oktober”? Mungkin tanggal jadian, mungkin juga tanggal putus sama pacar. Tapi bukan itu yang penulis maksut, guys. Tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Sumpah Pemuda, berikut bunyi sumpahnya :

Pertama :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

Kedua :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

            Dibalik tiga sumpah ini terkadung makna yang amat mendalam, sumpah pemuda sebgai tonggak awal perjuangan persatuan Indonesia. Saat itu pemuda Indonesia sedang berapi-api melupakan rasa cinta tanah airnya dan bersumpah untuk bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Kita sebagai pemuda abad 20 harus bisa mempertahankan rasa cinta tanah air pemuda saat itu.

            Cinta tanah air tidak harus diluapkan dengan cara angkat senjata, tidak harus berdemo. Kita sebagai pemuda harus bisa berfikir kritis, jangan sampai melakukan tindakan yang dapat mengganggu kedamaian bangsa. Pada tanggal 28 Oktober 2015 kemarin penulis sedang berada di Gedung DPR karena sedang mengikuti Parlemen Remaja 2015, dan saya berkata “Seperti ini rasanya didemo.” Kita dapat meluapkan rasa cinta tanah air kita melalui hal kecil namun akan memiliki hasil besar, contohnya dengan mengikuti Gerakan Sejuta Data Budaya. Hal ini dapat meningkatkan rasa cinta kita terhadap banyaknya budaya di Indonesia.

            Selain itu rasa nasionalis kita bisa kita ungkapkan dengan lagu-lagu yang melahirkan semangat untuk menuju Indonesia Maju. Dewasa ini sedang popular music-musik yang memiliki aliran “Galau” aliran yang music membuat “Baper”, maklum saja penulis juga mengalaminya. Kita sebagai Sobat Budaya juga harus bisa meningkatkan  rasa cinta kepada lagu-lagu tradisional atau kedaerahan.

            Menurut penulis lagu daerah memiliki nilai-nilai moral yang baik untuk ditanamkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seperi lagu “Lir ilir” dari Jawa Tengah.

Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten
anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing
kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh
dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing
pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo
mengko sore
Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak iyo…


Lagu ini memiliki pesan agar kita semua tidak bermalas-malas, kita harus bangkit dari rasa malah. Kemudian kita juga harus menjaga hati kita agar terhindar dari nafsu yang buruk. Jika ingin membahas maknanya akan kita dapatkan wejangan yang dapat kita gunakan dalam bermasyarakat.

            Banyak yang dapat kita gunakan untuk meningkatkan rasa cinta budaya, salah satunya adalah media masa. Ada aplikasi IndoMuse yang memiliki 1.070 lagu tradisional lewat pendataan Gerakan Sejuta Data Budaya. Ayo Sobat Budaya kita terus meningkatkan rasa cinta budaya dan rasa cinta tanah air. Semoga dalam momentum sumpah pemuda kali ini bayak pemuda yang hatinya tergugah untuk ikut bahu-membahu menuju Indonesia Maju.

Terimakasih
Dwi Fitra Prihatno