Sabtu, 21 November 2015

Jangan Menangis Ibu Pertiwi Kami Masih Disini



Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matamu berlinang
Mas intanmu terkenang

Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa
Tiap bait lagu tersebut, menyimpan makna yang teramat dalam. Tak ayal jika air mata ini menetes ketika, bibir ini sedang melantunkannya. Nusantara kini sedang berduka, manusia telah bertingkah selayaknya. Kabut asap, gempa, gunung meletus, kemerosotan moral dan masih banyak lagi. Masalah selalu tajam menghantam Ibu Periwi, tabahkanlah hatimu Ibu tunggu pemuda-pemuda ini tumbuh dan memimpinmu.
Dewasa ini seluruh orang adalah agent of change, bukan hanya pemerintah dan mahasiswa. Dapat memulai dari tulisan seperti ini, banyak sastrawan yang menggoreskan penanya melihat keadaan Indonesia saat ini. Membaca puisi indah karangan Tere Liye, membuatku sadar kita telah terlena.
Pendidikan, tidak ada habisnya jika topic ini dikupas dalam sekalipun. Permasalahaannya terlalu pelik. Kini orang-orang yang sibuk mencari kedudukan dimata manusia. Pelajar tidak mengerti arti pendidikan karater. Melihat permasalah dilingkungan sekita, sekolah, kelas banyak sekali nilai-nilai luhur telah luntur. “Curang dalam ulangan” hal ini sudah dianggap biasa, padahal jelas ini contoh merosotnya moral bangsa kita. Banyak yang menghalalkan banyak cari untuk mendapat nilai bagus, hanya ingin menjadi ranking kelas atau parallel. Tapi apa yang mereka dapat? Hanya kertas yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, dan pujian belaka. Hal ini menunjukaan banyak dari kita hanya mengejar urusan duniawi saja, padahal kita sama-sama mengerti di dunia kita hanya sementara.
Padahal orang dulu dengan kejujurannya menuntut ilmu, tak jarang aku mendengar kisa jerih payah mereka mencari lentera hidup ini. Puluhan kilometer mereka tempu hanya ingin bertemu sang Umar Bakri mencicipi ilmu darinya. Mereka tidak mencari nilai, mereka tidak mencari ijazah, namun ilmu yang mereka dapatkan dapat kita rasakan manfaatnya sampai seakarang.
Kita harus segera menanganni krisis moral tersebut, karena cepat atau lambat, Indonesia berada ditanggan kita. Tidak mengkun Indonesia berada ditanggan mereka yang tidak mengerti arti kejujuran. Namun perlu diingan ditengah permasalahn besar ini masih ada orang-orang yang menjunjung tinggi kejujuran.
Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah putra-putrimu
Menggembirakan ibu

Ibu kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa
Akhir kata dari tulisan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada keluarga penulis yang selalu member dukungan. Lalu terimaksih juga untuk teman-teman penulis (Anisa Berliana, Wulan Istri, Annisa’ Istiqomah, Fa’isah Erin dll) yang selalu mengingatkan tentang kejujuran. Sepucuk puisi karangan penulis untuk Ibu Pertiwi.

 IBU PERTIWI DAN PEMUDA NEGERI
Tercekik kabut pekat, apakah ini hari terakhirku?
Tersapu gelombang tsunami, benarkah ini hariku pergi?
Ibu Pertiwi penuh air mata
Hanya menangis tanpa bisa berkata
            Pandanglah hati manusia, kau akan melihat keredupan
            Krisis moral menarik kedalam kegelapan
            Terlalu kelam untuk dikatakan putih
            Namun belum pantas dikatakan hitam
Lama Ibu merasakan kehausan
Mencari mata air penuh kebebasan
Adikku? Sudah siapkah kau memimpinku?
Membawaku hinga keluar aumanku
            Kau masih ingat Ibu?
            Jangan kau terlena dengan massa kelabu
            Ibu butuh kamu, menyatukan pulau beribu-ribu
            Memimpikan Indonesia Satu
Jelas terdengar teriakan negeri
Bagai mana tentang edukasi?
Masih adakah sosok sang Umar Bakri?
Ibu ingin mendengar cerita dari pemuda dan pemudi
            Semua peristiwa akan menjadi history
            Terangkum dalam kertas kusam berpena hitam
            Sebagai pedoman anak cucu nanti
            Agar mengerti hidup itu penuh arti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar