Rabu, 04 November 2015

Dibalik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928



Salam Budaya, untuk seluruh Sobat Budaya. Bersyukur masih dipertemukan dalam artikel ini, semoga Sobat Budaya yang budiman selalu dalam lindungan-Nya.

Apa yang terlintas dibenak Sobat Budaya saat mendengar  “28 Oktober”? Mungkin tanggal jadian, mungkin juga tanggal putus sama pacar. Tapi bukan itu yang penulis maksut, guys. Tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Sumpah Pemuda, berikut bunyi sumpahnya :

Pertama :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

Kedua :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

            Dibalik tiga sumpah ini terkadung makna yang amat mendalam, sumpah pemuda sebgai tonggak awal perjuangan persatuan Indonesia. Saat itu pemuda Indonesia sedang berapi-api melupakan rasa cinta tanah airnya dan bersumpah untuk bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Kita sebagai pemuda abad 20 harus bisa mempertahankan rasa cinta tanah air pemuda saat itu.

            Cinta tanah air tidak harus diluapkan dengan cara angkat senjata, tidak harus berdemo. Kita sebagai pemuda harus bisa berfikir kritis, jangan sampai melakukan tindakan yang dapat mengganggu kedamaian bangsa. Pada tanggal 28 Oktober 2015 kemarin penulis sedang berada di Gedung DPR karena sedang mengikuti Parlemen Remaja 2015, dan saya berkata “Seperti ini rasanya didemo.” Kita dapat meluapkan rasa cinta tanah air kita melalui hal kecil namun akan memiliki hasil besar, contohnya dengan mengikuti Gerakan Sejuta Data Budaya. Hal ini dapat meningkatkan rasa cinta kita terhadap banyaknya budaya di Indonesia.

            Selain itu rasa nasionalis kita bisa kita ungkapkan dengan lagu-lagu yang melahirkan semangat untuk menuju Indonesia Maju. Dewasa ini sedang popular music-musik yang memiliki aliran “Galau” aliran yang music membuat “Baper”, maklum saja penulis juga mengalaminya. Kita sebagai Sobat Budaya juga harus bisa meningkatkan  rasa cinta kepada lagu-lagu tradisional atau kedaerahan.

            Menurut penulis lagu daerah memiliki nilai-nilai moral yang baik untuk ditanamkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seperi lagu “Lir ilir” dari Jawa Tengah.

Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten
anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing
kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh
dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing
pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo
mengko sore
Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak iyo…


Lagu ini memiliki pesan agar kita semua tidak bermalas-malas, kita harus bangkit dari rasa malah. Kemudian kita juga harus menjaga hati kita agar terhindar dari nafsu yang buruk. Jika ingin membahas maknanya akan kita dapatkan wejangan yang dapat kita gunakan dalam bermasyarakat.

            Banyak yang dapat kita gunakan untuk meningkatkan rasa cinta budaya, salah satunya adalah media masa. Ada aplikasi IndoMuse yang memiliki 1.070 lagu tradisional lewat pendataan Gerakan Sejuta Data Budaya. Ayo Sobat Budaya kita terus meningkatkan rasa cinta budaya dan rasa cinta tanah air. Semoga dalam momentum sumpah pemuda kali ini bayak pemuda yang hatinya tergugah untuk ikut bahu-membahu menuju Indonesia Maju.

Terimakasih
Dwi Fitra Prihatno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar